“Percayalah kepada Tuhan dengan segenap hatimu, dan janganlah bersandar kepada pengertianmu sendiri.”
(Amsal 3:5)
Alkisah ada dua orang sahabat yang bersama-sama pergi ke gereja. Seorang bernama narno, dia seorang perfeksionis dan kritis. Ketika puji-pujian dinaikkan, narno mendengar bahwa pemain piano salah memainkan pianonya, sehingga terdengar satu nada sumbang. Kemudian ketika paduan suara gereja tampil, ternyata ia mendengar ada empat suara mengganggu harmonisasi paduan suara itu. Pak narno berkata dalam hatinya, “semestinya orang-orang semacam itu tahu diri untuk tidak tampil sehingga tidak membuat jelek paduan suara tersebut”.
Demikian pula ketika kantong kolekte diedarkan, kembali ia berkata: “aduh… kenapa gereja ini terus harus uang ya ?” maka ketika ia melihat bahwa mata sang kolektan itu sedang tidak melihat dan menanti dirinya memasukkan uang kolekte ke kantong, dengan sengaja pak narno memasukkan koin Rp.100 rupih saja. Dalam hati berkata, “rasain lo, aku tak mau dibodohin dengan sumbang-sumbangan yang membuat orang menjadi males.” Maka ketika selesai ibadah dan ia pulang ke rumah, ia mengatakan kepada istrinya : “cukup sampai disini saja, aku tidak mu lagi ke gereja yang penuh dengan orang yang munafik itu.” Sedangkan sahabatnya, pak syandy, ia adalah orang yang sederhana, dia rindu untuk memuji dan menyembah Tuhan, dia menanti-nantikan datangnya hari minggu supaya ia bisa ke gereja dan menikmati suasana penyembahan dan pujian serta Firman Tuhan. Maka dengan penuh antusias ia mengikuti smua acara di gereja dengan sukacita. Memang ia mendengar nada piano dan mendengar suara dari paduan suara yang sumbang dan tidak harmonis.
Tapi bagi dia, hal itu tidaklah menjadi permasalahan sehingga mengurangi sukacitanya. Dia tetapb dengan penuh antusias mengikuti kebaktian itu. Ketika diedarkan kantong kolekte, ia membuka dopetnya untuk mengambil uang, ia berpikir “ah, Tuhan sudah begitu baik padaku, aku punya pekerjaan yang baik, rumah dan mobil yang baik dan segala sesuatu yang baik. Lagipula kalau aku ajak istri dan anak-anakku ke mall, wah…kami bisa menghabiskan paling tidak 200 ribu sekali makan. Masakan aku memberi yang buruk ? aku mau ikut memberi supaya di gereja ini hamba-hamba Tuhannya juga bisa menikmati seperti apa yang aku nikmati. Dan… terima kasih Tuhan untuk berkat-berkatmu.” Dan ia mengeluarkan 1 lembar uang seratus ribu rupiah, dengan suka cita ia memasukkan uang itu.
Ketika ia pulang dan sampai di rumah, ia berkata kepada istrinya. “ aku senang sekali pergi ke gereja tadi, aku mau hari minggu segera tiba supaya aku bisa menikmati sukacita besar.”
Kedua sahabat tadi masing-masing mencari dan mendapatkan sesuai dengan apa yang mereka harapkan. Pak narno ia mencari “kesempurnaan” maka, ia menemukan apa yang ia cari, yaitu “tidak ada seorang pun di dunia ini yang sempurna”, itu sebabnya ia mendapatkan kekecewaan dan kepahitan. Berbeda dengan pak shandy, ia memang rindu mencari Tuhan, maka dia gereja, kekurangan dan ketidak sempurnaan seperti apapun tidak terlihat dan tak menjadi masalah bagi dirinya, sebab ia telah berjumpa dengan “TUHAN” yang sempurna,bahkan ia mendapatkan sukacita dan kedamain. Marilah kita mencari Tuhan dengan hati yang lapar dan haus. Supaya ia memuaskan dahaga kita. Berilah yang terbaik bagi Tuhan dan pekejaanNya, niscaya ia pun akan memberikan yang terbaik bagi kita.
TUHAN YESUS MEMBERKATI